KADO TERINDAH
Oleh: Atiqatunnisa Asri
(Kader KKD MAN 2
Model Medan)
“Husnaa, pakai jilbab kamu
sayang,” jerit bunda saat melihatku pergi tanpa mengenakan jilbab.
Aku terus saja berlari tanpa
merespon jeritan bunda. Ya, inilah aku, Husna. Orang-orang bilang namaku tidak
sesuai dengan penampilan dan sifatku. Aku memakai jilbab hanya saat sekolah
saja, demi memenuhi peraturan sekolah yang mengharuskanku memakainya. Sebenarnya
aku pun tak berminat untuk masuk ke sekolah itu, hanya saja aku tidak bisa
menolak perintah bunda. Aku masih ingat saat dia mendesakku untuk masuk kesana.
“Bunda gak mau tau, kamu
harus masuk ke sekolah itu, supaya atmosfer buruk dalam diri kamu berkurang.
Bunda capek liat sikap kamu yang gak karuan selama ini,” ucap bunda dengan agak
kesal. Aku hanya menurut. Aku sungguh tidak menikmati suasana di sekolah,
karena teman-temanku dulu tidak ada disini. Sehingga tidak ada yang mendukungku
untuk berulah seperti dulu.
******
Setelah susah payah Bunda
membangunkanku dan memaksaku shalat Shubuh, akhirnya aku bangun dan kini aku harus berangkat ke sekolah,
“Cepat Husna, nanti
ayah terlambat ke kantor,” ucap ayah kesal karena melihatku berjalan dengan lambat.
Setelah menyalam bunda, aku pun naik ke mobil.
Suasana di kelas yang
begitu tenang membuatku bosan, aku hanya melihat teman-temanku yang sedang
asyik sendiri. Ada yang membaca buku, mengerjakan soal-soal latihan, dan ada
juga yang mengobrol dengan volume suara yang kecil. Aku beranjak dari kursiku
dan menyandang tas ranselku.
“Kamu mau kemana, Husna?,”
tanya Devi temanku sebangku.
“Aku mau jalan-jalan,”
jawabku singkat.
“Sebentar lagi guru
masuk, Husna,” ucap Devi lagi.
“Hmm..bilang aja aku
sakit, bye,” sahutku lagi.
Teman-teman hanya
geleng-geleng kepala melihatku.
******
“Kamu gak bisa satu
kali aja buat ayah dan bunda gak malu?,” tanya ayah dengan suara keras padaku.
“Ayah sudah muak
berulang kali dipanggil guru hanya untuk mendengar uneg-uneg yang gak baik
tentang kamu,” ucap ayah lagi.
“Kamu yang jahilin
teman lah, jahilin guru lah, tidak selesai tugas lah, bahkan sikap kamu yang
gak menunjukkkan kamu seorang perempuan sedikitpun, dan sekarang bolos, ini pun
ntah sudah yang ke berapa kali, heehh…….”
Ayah berlalu dari
hadapanku setelah menyampaikan semua kekesalannya, dan aku hanya tertunduk. Ya,
beginilah aku. Bunda mendekatiku.
“Husna, apa sekolah
itu gak cocok buat kamu, sayang?,” ucap bunda pelan.
“Kalau kamu merasa
gak cocok, kita cari sekolah lain saja, yang bisa buat Husna senang belajar,” ucap
bunda dengan senyum khasnya.
“Jujur, bunda juga
sangat kecewa dengan sikap Husna, tapi terkadang bunda berpikir bunda tidak
harus menghakimi Husna dulu. karena mungkin saja sikap Husna selama ini bukan
sesuatu yang Husna inginkan, mungkin karena kurangnya perhatian bunda. Selama
ini Bunda menunggu Husna sadar kalau Husna itu seorang wanita yang seharusnya
bersikap shalihah.”
Aku memandangi bunda,
“Kenapa bunda masih bisa bersikap baik setelah semua yang ku perbuat?,” ucapku
dalam hati.
“Dari awal Husna
memang udah gak suka di situ, bunda aja yang maksa Husna,” ucapku keras dan
berlalu dari hadapan bunda.
Ku lihat Bunda
terdiam dan menunduk mendengar perkataanku.
******
Aku teringat, hari
ini harusnya adalah hari yang spesial. Ya, karena hari ini adalah hari ulang
tahunku. Tapi kelihatannya tahun ini tidak akan ada perayaan apapun karena
ulahku minggu lalu. Ayah tidak akan
mengizinkan membuat acara untuk ulang tahunku, padahal ini sweet seventenku. Aku berangkat ke sekolah seperti biasa, ayah tidak mengatakan sepatah kata pun padaku.
“Wah, kelihatannya
acara ini bakalan seru ya?,” ucap Devi.
“Acara apa sih?,”
tanyaku nimbrung.
“Kamu gak tau, hari
ini ada acara Training Motivasi khusus
siswa-siswa perempuan,” jelas Devi.
“Lho, kok perempuan
aja?,” tanyaku.
“Ya, soalnya ini
membahas tentang berbusana muslim yang baik, yang mengadakan organisasi KKD
lho,” ucap Devi lagi.
“Kamu harus ikut Husna,
ini bagus lho,” lanjut Devi.
“Kayaknya aku gak
berminat Dev, aku pergi ya,” ucapku.
“Issh..kamu kenapa
sih, kamu harus ikut untuk kali ini. Gak bagus terus-terusan bersikap kayak
gitu Husna, aku jamin kamu gak akan rugi ikut acara ini,” tegas Husna.
“Ayo kita ke aula,” ajaknya
sambil menarik tanganku. Aku hanya pasrah mengikuti ajakannya.
Kini aku sudah duduk
di deretan para siswi yang antusias mendengarkan motivator yang sedang
bercuap-cuap di depan sana.
“Jilbab adalah
pembeda kita dengan umat agama lain, adik-adik harus tahu seorang wanita yang
berpakaian muslimah akan lebih dihargai daripada wanita yang menampakkan auratnya.
Wanita yang membuka aurat atau tidak berjilbab ketika keluar rumah, maka
dosanya akan dihitung sampai ia kembali ke rumah. Coba kita renungkan, sudah
berapa banyak dosa kita? Tidak salahlah kalau dikatakan bahwa nanti penghuni
neraka itu kebanyakan kaum wanita,” ucap kakak motivator itu dengan antusias.
Aku tersentak
mendengar kata-kata yang disampaikannya, tiba-tiba aku teringat bunda yang
selalu mengingatkanku agar selalu memakai jilbab, tidak hanya untuk ke sekolah.
Namun aku tak pernah menurutinya. Tak sadar airmataku mengalir.
“Ya Allah..banyaknya
sudah dosa yang hamba kumpulkan selama ini, hamba tidak pernah menutup aurat
dengan sempurna,” ucapku dalam hati.
Aku beranjak dari
tempat dudukku, dan berlari keluar. Aku ingin pulang dan bertemu dengan ayah dan
bunda secepatnya. Terbayang wajah bunda yang selalu sabar menghadapi setiap
tingkahku yang buruk selama ini. Aku tidak peduli dengan tatapan orang-orang
yang tertuju padaku.
Sesampainya di rumah,
ayah dan bunda menungguku dengan senyuman manis. Aku terdiam sejenak melihat
apa yang sekarang ada di hadapanku. Ayah bunda mengadakan perayaan juga untuk
ulang tahunku hari ini. Aku berjalan menghampiri bunda.
“Husna, ini ada
hadiah buat kamu, bunda belikan baju gamis yang cantik buat Husna,” ucap bunda.
“Ini gak penting bunda,
Husna udah dapat hadiah yang indah dari Allah,” ucapku dengan mata berlinang.
Ayah dan bunda saling pandang.
“Allah memberikan
Husna hidayah, mulai sekarang Husna akan terus memakai jilbab dan berbusana
muslimah yang sempurna. Husna tidak akan membuat ayah dan bunda malu lagi
dengan sikap buruk Husna, tapi Husna akan membuat ayah dan bunda bangga dengan
prestasi yang akan Husna buat nanti,” ucapku lagi.
Bunda memelukku
dengan erat, pelukannya terasa hangat sekali, membuatku nyaman.
******
Aku seperti lahir
kembali menjadi seorang hamba Allah seutuhnya. Balutan jilbab ini membuatku
nyaman dan tenang. Allah Maha Pengasih terhadap hamba-Nya. Aku sungguh
bersyukur Allah memberikan hidayah-Nya kepadaku.
“Terima kasih Ya
Allah, Engkau telah memberikan orang tua yang begitu istimewa padaku, dan
terima kasih juga karena akhirnya Engkau membuat hamba sadar akan itu.”ucapku
lirih. Aku berjalan santai, dengan balutan jilbab yang kini selalu menemaniku,
aku merasa sangat bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar