SEPUCUK SURAT DARI "PAHLAWAN"KU
Oleh : SYAH
GHINA RAHMI LUBIS
(Kader KKD MAN 2
Model Medan)
“Astaghfirullah
sudah masuk! Lagi-lagi aku terlambat!”, cerutu Risfa seraya berlari menuju
pekarangan sekolah.
“Hei mau kemana kau? Tak kau lihat
jam berapa sekarang ini, hah?”, tegur Pak
Amri, selaku guru BK di sekolahnya.
“Jam 7.25 pak”, jawab Risfa santai.
“Kau sudah terlambat 10 menit!
Kenapa sih kamu Risfa? Sudah hampir 2 tahun sekolah di sini, tapi selalu saja
terlambat. Sana…, masuk ke ruangan saya!”, perintah Pak Amri.
Dengan wajah cemberut, Risfa pun
masuk ke ruangan BK untuk diproses dan tentu saja diberi nasihat-nasihat
seperti biasa yang membuat ia bosan. Risfa memang membenci peraturan di
sekolahnya. Baginya ini bukanlah suatu hal yang hebat. Walaupun semua sekolah
yang lain di daerahnya sangat bangga dengan sekolah Risfa yang terkenal
disiplin. Tapi baginya tidak! Ia menganggap semuanya berlebihan. Jelas saja,
sekolah-sekolah yang lain pada umumnya masuk pukul 07.30 WIB bahkan ada yang
pukul 08.00 WIB. Sedangkan sekolahnya…??? Pukul 07.15 WIB! Tentu saja ini berat
bagi seseorang yang susah bangun di pagi hari seperti Risfa.
“Kesiangan lagi kamu, nak?”, tanya Pak
Amri.
“Iya, pak. Seperti biasa”, jawabnya
jutek.
“Teman-teman kamu yang lain kenapa
bisa bangun cepat dan mereka tidak terlambat masuk sekolah? Mereka bisa karena
menghilangkan rasa malasnya dan memiliki keinginan yang besar untuk sekolah.
Kamu sudah besar, Risfa. Seharusnya kamu bisa berfikir dewasa, Nak. Kamu ini
adalah calon seorang ibu. Kelak kau akan menjadi seorang ibu yang tentu saja
membangunkan suami dan anak-anakmu. Bagaimana kalau kamu terus seperti ini,
Nak? Berpikirlah…”, nasihat Pak Amri kepada Risfa.
“Iya,
pak. Saya masih ingat sama nasihat bapak kok. Dari kemarin-kemarin kan itu juga
nasihatnya”, jawab Risfa dengan kesal.
Pak
Amri hanya geleng-geleng kepala saja melihat tingkah Risfa. Ia menganggap Risfa
masih kekanak-kanakan dan belum memahami kewajibannya sebagai pelajar.
***
“Kamu gak kasihan melihat Pak Amri?
Dia itu guru BK, Ris. Masih banyak siswa/i yang harus diurusnya. Bukan hanya kamu.
Berubah, dong Ris. Jangan nambah beban Pak Amri, deh. Dia itu baik banget, loh.
Nasihat-nasihatnya juga super banget untuk kebaikan murid-muridnya. Guru paling
oke, deh! Bak kata pepatah: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Ikhlas banget mendidik
kita semua”, kata Shanti, teman sebangku Risfa.
“Halah! Biarin aja. Emangnya aku
peduli? Habisnya nyebelin banget, Shan. Setiap pagi, bel masuknya jam 07.15.
Aku kan masih ngantuk,”, jawab Risfa sedikit kesal.
“Kamu sih memang bandel. Ya sudah
deh terserah kamu aja”,
***
Hari ini berbeda. Semua siswa/i yang
datang terlambat, tidak diproses di ruang BK. Semua diberi izin oleh guru untuk
masuk ke kelas. “Kemana ya Pak Amri? Apa dipecat? Bagus, deh…”, gumam Risfa
seraya berlompat-lompat menuju kelasnya.
“Murid-murid sekalian, mari kita
berdoa untuk kesembuhan Pak Amri. Tadi malam asmanya kambuh dan sekarang sedang
dirawat di rumah sakit”, kata Pak Ihsan kepada murid-murid di kelas Risfa.
“Asma…? Sejak
kapan Pak Amri sakit Asma, ya? Bahkan selama ini dia juga jarang sekali
sakit,tapi ya sudahlah! Yang terpenting, selama dia sakit dan tidak berhadir ke
sekolah, aku bebas dari ruangan BK kalau terlambat, pikir Risfa dalam
hati.
Ternyata memang
benar. Selama seminggu ini Risfa sangat bebas tanpa beban ke sekolah meskipun
terlambat. Ia tidak lagi diproses di ruang BK dan mendengarkan nasihat yang
berulang-ulang dari Pak Amri. Tetapi entah mengapa, hati kecilnya malah memiliki
rasa rindu dengan Pak Amri yang selama ini tak bosan menasihatinya, walaupun ia
masih saja bandal dan tidak berubah.
Sudah hampir
seminggu, Pak Amri tak kunjung sembuh. Tak disangka hari ini dikabarkan bahwa
ia meninggal dunia setelah selesai melaksanakan sholat subuh di rumah sakit.
Hari itu juga,
seluruh warga sekolah sangat bersedih telah kehilangan sosok guru yang tulus
mendidik murid-muridnya, termasuk Risfa. Ia merasa menyesal karena selama ini
tidak pernah memperlihatkan perubahannya pada Pak Amri. Ia menangis
sejadi-jadinya. Ia langsung pergi melihat jenazah Pak Amri yang kini telah
dibawa pulang ke rumah. Sesampainya di sana, airmata Risfa semakin deras karena
melihat sosok yang sangat sabar mendidiknya selama ini ternyata sekarang sudah
tiada. Risfa pun langsung duduk di samping jenazah Pak Amri dan terus berdoa
untuk beliau.
“Nak, kamu yang bernama Risfa?”,
seseorang menegur Risfa dan ternyata itu adalah istri pak Amri.
“Iya bu. Ada apa bu?”, tanya Risfa.
“Ini ada sepucuk surat dari almarhum
untuk kamu,”,
Risfa pun
membaca isi surat dari Pak Amri, hati dan tangannya bergetar, matanya juga
semakin berkaca-kaca.
Nak, manusia pasti akan selalu
bertemu dengan berbagai masalah. Tetapi harus diakui bahwa masalah-masalah
tersebut membuat manusia bisa semakin bertumbuh dan makin sempurna. Setiap
manusia bisa berbuat salah, tetapi setiap manusia juga bisa memperbaiki
kesalahan meskipun tidak bisa untuk dihapuskan. Masalahmu saat ini adalah kau
malas untuk bangun cepat di pagi hari. Kau harus memperbaikinya, Risfa. Jika
ada kemauan, pasti bisa. Jangan sampai kau menyesal tidak bisa lagi bangun
untuk selamanya seperti bapak sekarang. Bapak harap kamu bisa berubah. Buktikan
pada kedua orangtuamu bahwa kau bisa menjadi muridku yang hebat!
Salam
sayang,
Pak Amri
Setelah membaca
isi surat tersebut, maka Risfa pun menangis sederas-derasnya. Ia menyesal tidak
pernah bisa meringankan beban Pak Amri yang selama ini pasti sangat lelah
mengurus permasalahan dirinya. Ia menyesal karena selama ini membenci
nasihat-nasihat Pak Amri. Ia sangat menyesal karena kini ia tak bisa lagi
memperlihatkan pada Pak Amri bahwa ia bisa berubah.
Sampai ia
menutup mata untuk selamanya, pun, ia masih sempat untuk menasihatiku. Alangkah
bodohnya aku selama ini tidak mau mendengar nasihat guru yang seakan adalah
pahlawan tanpa tanda jasa bagiku. Saya menyesal, Pak. Maafkan Risfa, Pak. Mulai
sekarang Risfa berjanji akan berubah. Akan menghilangkan rasa malas, akan
bangun cepat di pagi hari, akan mendengarkan nasihat-nasihat orangtua dan guru.
Risfa akan membuktikan bahwa Risfa bisa berubah, Pak. Meskipun bapak tidak lagi
dapat melihat perubahan saya. Selamat jalan untuk selamanya, Pak Amri. Saya
akan selalu menerapkan nasihat yang pernah bapak katakan pada saya. Selamat
jalan pahlawan terhebatku. Semoga bapak ditempatkan Allah di tempat yang
sebaik-baiknya. Aamiin…, kata Risfa dalam hati.
Kini Risfa pun telah berubah menjadi
sosok pelajar yang bertanggung jawab atas kewajibannya sebagai seorang siswi.
Ia terus melaksanakan semua nasihat yang pernah diberikan Pak Amri untuknya.
Baginya, Pak Amri adalah sosok yang lebih dari pahlawan.
0 komentar:
Posting Komentar